Minggu, 21 November 2010

Moratorium dan Pemberian Ponsel Tak Selesaikan Masalah


Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjanji membekali para tenaga kerja Indonesia dengan alat komunikasi. Hal ini untuk mempermudah pengaduan jika TKI ada masalah dengan majikan. "Dengan alat itu, bisa berkomunikasi secara instan," kata Yudhoyono, dalam Rapat Terbatas membahas TKI di Jakarta, Jumat (19/11) .

Di depan wartawan, Presiden Yudhoyono mengatakan, sulitnya komunikasi antar TKI dengan perwakilan Indonesia di negara tujuan menjadi kendala untuk memantau perlakuan buruk majikan terhadap TKI. Itulah sebabnya, pemerintah berencana membekali para TKI dengan telepon genggam.


Namun, bukan perkara mudah mewujudkan rencana tersebut. Apalagi, selama ini perwakilan Indonesia di Arab Saudi tak punya akses memantau para majikan TKI. Bahkan, Sumiati--TKI yang disiksa majikan di Madinah juga tak bisa menghubungi perwakilan Indonesia karena telepon genggamnya disita sang majikan. "Tak ada HP," kata Sumiati, ketika dihubungi
SCTV.

Terkait munculnya kasus Sumiati, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mulai memikirkan opsi moratorium atau penghentian sementara pengiriman TKI ke Arab Saudi. Apalagi, sebelumnya sudah banyak TKI yang disiksa, bahkan tewas di Arab.


Tindakan moratorium pernah dilakukan pemerintah terhadap Yordania. Saat itu dilaporkan banyak TKI yang bermasalah di sana. "Semua negara akan dievaluasi total, sehingga diputuskan, bakal diteruskan atau tidak," kata Muhaimin.(ULF)

Denpasar: Din Syamsuddin menilai wacana moratorium atau penghentian sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri maupun pemberian telepon seluler bagi TKI yang akan bekerja ke luar negeri bukan solusi yang tepat.

Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, kedua solusi tersebut tak akan bisa menyelesaikan masalah berbagai kasus penyiksaan TKI di luar negeri, khususnya di negara Timur Tengah. Demikian disampaikan Din usai membuka Musyawarah Muhammadiyah di Denpasar, Bali, Sabtu (20/11) malam.


Yang harus dilakukan pemerintah, kata Din, melakukan perjanjian atau MoU dengan negara penerima TKI. Perjanjian itu terkait perlindungan serta hak ekonomi maupun hukum TKI. Din juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara dengan negara penerima TKi agar kasus penyiksaan tidak terus terjadi di kemudian hari.


Sebelumnya, Presiden Yudhoyono berjanji membekali para TKI dengan alat komunikasi. Hal ini untuk mempermudah pengaduan jika TKI ada masalah dengan majikan. "Dengan alat itu, bisa berkomunikasi secara instan," kata Presiden Yudhoyono.


Mahasiswa Tuntut Kematian Dahlia Diusut

Dompu: Sejumlah mahasiwa di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, menuntut pemerintah menyelidiki kematian Dahlia. Karena, kematian tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Desa Jala, Kecamatan Huu, Dompu, itu dinilai tidak wajar. Tuntutan ini disampaikan mahasiswa saat berdialog dengan Bupati Dompu Syaifurrahman Salman, Sabtu (20/11).

Dahlia binti Jamaludin meninggal 10 Oktober silam. Ia diduga tewas akibat dianiaya majikannya. Padahal, Dahlia baru dua bulan mengadu nasib di Arab Saudi.

Meski meninggal Oktober, jenazah Dahlia baru tiba di Dompu, 15 November silam. Menurut keluarga, kondisi jenazah korban amat memprihatinkan. Selain banyak luka lebam, organ dalam dan bola mata Dahlia juga tidak ada. Hal inilah yang memicu kecurigaan keluarga jika korban meninggal secara tidak wajar.

sumber : liputan6 

Tidak ada komentar: