Kamis, 22 September 2011

Meninjau Dalamnya Kraton Yogyakarta

Abdi Dalem Kraton Yogyakarta
Abdi Dalem Kraton Yogyakarta

Apa yang terlintas di pikiran Anda begitu mendengar “Kraton Yogyakarta”? Istana? Sri Sultan Hamengku Buwono? Atau apa? Barangkali Anda pernah mendengar istilah “abdi dalem”? Apa sebenarnya abdi dalem itu?

Sejak 30 Oktober 1945, pemerintahan Kraton hanya terbatas pada lingkungan Kraton dan hanya untuk Kraton sendiri. Dalam pelaksanaan pemerintahan Kraton tersebut, sultan dibantu oleh para rayi dalem (adik-adik sultan), dan ini dia…abdi dalem.

Apa sih sebetulnya abdi dalem itu? Kalau kita coba terjemahkan kata per kata, “abdi” kata dasar dari mengabdi, dan “dalem” ya…dalam, artinya internal. Berdasarkan karya tulis Agus Sudaryanto “Hak dan Kewajiban Abdi Dalem Dalam Pemerintahan Kraton Yogyakarta”, yang disebut sebagai abdi dalem adalah orang yang sanggup menjadi abdi budaya Yogyakarta dan sudah mendapatkan ketetapan atau kekancingan (Surat Keputusan atau Surat Pengukuhan) yang dikeluarkan oleh pihak Kraton Ngayogyakarta.

Abdi dalem itu sendiri ternyata terbagi dalam 2 golongan besar yaitu abdi dalem Punokawan dan abdi dalem Kaprajan. Lantas apa yang membedakan mereka? Status. Kalau abdi dalem Punokawan betul-betul pengabdi kraton. Mulai dari pengakuan dari pihak kraton sebagai perangkat pemerintahan kraton, penggajian oleh kraton, dan seluruh tugas yang dijalankannya adalah untuk kraton. Sedangkan abdi dalem Kaprajan adalah kebalikannya. Pengakuan dan penggajian adalah dari negara RI, dan mereka tidak memiliki beban tugas dari pihak kraton.

Meskipun begitu, kedua golongan abdi dalem tersebut sama-sama memiliki kesamaan dalam hal kepangkatan. Bukan saja pegawai kantoran yang bisa promosi jabatan atau pangkat, seorang abdi dalem juga bisa naik jabatan. Persyaratan kenaikan pangkat juga kurang lebih sama seperti pegawai kantoran. Mereka yang baru berstatus “calon abdi dalem” harus melaksanakan masa magang selama 2-5 tahun (hmm…lama juga ya). Kenaikan dari satu pangkat ke pangkat berikutnya dalam kurun waktu 4-5 tahun. Yang dijadikan pertimbangan seorang abdi dalem dapat naik pangkat atau tidak adalah kedisiplinan dan kesetiaannya pada kraton. Namun masa 4-5 tahun tersebut dapat dipercepat tergantung mood sang sultan. Jenis-jenis pangkat seorang abdi dalem dimulai dari yang paling rendah : Jajar, Bekel, Lurah, Penewu, Wedono, Riyo Bupati Anom, Bupati Anom, Bupati Sepuh, Bupati Kliwon, Bupati Nayoko, dan KPH (Kanjeng Pangeran Haryo – pangkat tertinggi).

Seperti yang dikatakan sebelumnya di atas, yang membedakan kedua golongan abdi dalem tersebut salah satunya adalah dalam hal penggajian. Disini saya hanya akan membahas gaji abdi dalem punokawan yang langsung diberi oleh pihak kraton. Gaji (kucah dalem) para abdi dalem setiap bulannya memperoleh sekitar Rp 2.000 – Rp 20.000. Dengan jumlah gaji yang jauh di bawah standar tersebut, para abdi dalem ini bekerja bukan atas dasar motivasi materi tapi lebih ke non materi dan bersifat murni pengabdian. Bagi mereka, gaji yang mereka peroleh tersebut merupakan tanda kasih dari sultan (sih dalem). Dimana-mana yang namanya tanda kasih, pastilah tidak akan digunakan oleh si penerima, melainkan disimpan dan dijaga sepenuh hati. Begitu pula yang dilakukan oleh para abdi dalem ini. Begitu mereka mendapat gaji dari sultan, mereka tidak akan langsung membelanjakannya. Seluruh gaji mereka tabung, kalau tidak terpaksa sekali, mereka tidak akan menggunakannya.

Sebagai seorang abdi dalem yang harus mengabdi, maka selain memperoleh hak, mereka juga memiliki kewajiban, diantaranya : mengikuti upacara-upacara adat; sowan yaitu kerja normal 12 hari sekali dan datang pada Selasa Wage saat wiyosipun dalem. Untuk soal sowan,berbeda tiap abdi dalem. Ada juga abdi dalem yang harus sowan setiap hari. Biasanya mereka melakukan tugas seperti membersihkan museum kereta kraton, dan ada juga yang melakukan tugas administrasi pemerintah kraton. Pada saat abdi dalem melaksanakan tugasnya, mereka diwajibkan untuk mengenakan pakaian mataraman/Jawa (pranakan). Untuk soal kehadiran, tidaklah seketat yang diterapkan pada pegawai pemerintahan atau kantoran. Konsekuensi bagi mereka yang suka mangkir hanyalah terhambatnya kenaikan pangkat yang jadi lebih lama.

Menjadi seorang abdi dalem bagi masyarakat Yogyakarta memanglah bukan menjadi pilihan utama dalam mencari nafkah, terlebih jika memandang dari sisi pemasukan. Ada beberapa pertimbangan dan motivasi yang mendorong mereka yang memilih jalan hidup sebagai seorang abdi dalem kraton. Meneruskan tradisi orang tua merupakan salah satunya. Dari segi batiniah, alasan mereka menjadi seorang abdi dalem adalah pandangan dan prinsip bahwa menjadi abdi dalem dapat membuat hati tenang dan dapat mengendalikan hawa nafsu keduniawian. Gaji yang jauh di bawah standar tidak pernah menjadi penghambat mereka dalam melaksanakan tugas, karena yang mereka cari bukanlah materi melainkan berkah dari sultan atas kehidupannya.


Sumber : “Hak dan Kewajiban Abdi Dalem  dalam Pemerintahan Kraton Yogyakarta” oleh Agus Sudaryanto.

Tidak ada komentar: