Sabtu, 14 Mei 2011

Uranium di Tambang Timah Dikemanakan?





Dalam jumlah tertentu, uranium sebagai bahan nuklir menjadi hasil ikutan penambangan timah yang selama ini banyak diekspor. Badan Pengawas Tenaga Nuklir mendesak industri supaya tidak mengekspor bahan tambang timah tanpa diolah terlebih dulu.

"Kita sudah terikat perjanjian internasional untuk melaporkan kepada Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) seluruh bahan nuklir dan setiap kegiatan yang terkait dengan daur bahan nuklir," kata Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman dalam konferensi pers "Executive Meeting: Dual Use Material".
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan tahun 2010, ekspor timah Indonesia mencapai 92.486 ton. Kandungan uranium dalam timah diperkirakan 200 part per million (ppm).

As Natio mengatakan, Indonesia meratifikasi perjanjian nonproliferasi (nonproliferation treaty/NPT), perjanjian keselamatan (safeguards), dan perjanjian protokol tambahan terkait nuklir. Tidak hanya menyangkut masalah bahan bakar nuklir, tetapi juga peralatan yang bisa menunjang penyalahgunaan persenjataan nuklir.

Ia mengakui, sejauh ini pemerintah belum memiliki kebijakan untuk mewajibkan industri yang semestinya melaporkan kegiatan ekspor dan impor peralatan ataupun material daur bahan nuklir tersebut. Bagi dunia internasional, tuntutan ini makin mendesak untuk pencegahan aksi terorisme menggunakan persenjataan nuklir.
Peredaran Uranium Belum Terkontrol

Uranium, bahan bakar nuklir, sebagai produk ikutan hasil tambang, terutama pada timah, belum terkontrol. Keberadaan uranium di tambang-tambang timah, seperti Bangka Belitung, selama ini tidak diperhitungkan.

"Uranium hampir selalu ada di lokasi tambang timah," kata ahli nuklir yang pernah bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Iwan Kurniawan, di Jakarta. Hasil eksplorasi kandungan uranium di Bangka Belitung dan Kalimantan Barat diperkirakan 53.000 ton.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) baru-baru ini mengingatkan, institusi yang berwenang dalam kegiatan ekspor material yang berpotensi mengandung uranium agar memilah dan meninggalkan kandungan uranium tersebut untuk tidak diekspor. Salah satu alasan adalah mencegah penyalahgunaan uranium untuk terorisme menggunakan nuklir.

"Pada periode 1970-an Perancis menemukan kandungan uranium di Kalan, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat," kata Iwan. Ia terlibat di dalam Tim Logging Uranium di bawah Batan dan turut mengeksplorasi uranium di Kalan tahun 1983. "Sampai saat ini belum ada eksploitasi uranium di Kalan. Baru tahap eksplorasi saja," lanjut Iwan.
Mulai tahun 2014 diterapkan larangan ekspor bahan tambang dalam bentuk raw material (bahan tambang primer tidak terolah). Namun, saat ini peredarannya sulit dipantau karena masih banyak tambang liar.

Source : Tri Wahono - KOMPAS

Gamma-Ray ; http://flucard.blogspot.com

Tidak ada komentar: