Minggu, 21 November 2010

Giliran Angklung Masuk Daftar UNESCO

 
Setelah batik, keris dan wayang, kini alat musik tradisonal angklung diakui UNESCO. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu menilai angklung Indonesia memenuhi kriteria sebagai warisan budaya tak benda dunia. Beberapa alasan utamanya, angklung adalah seni musik yang mengandung nilai-nilai dasar kerja sama, saling menghormati dan keharmonisan sosial, yang merupakan bagian utama identitas budaya masyarakat di Jawa Barat dan Banten.
Dimasukkannya angklung ke dalam representative list of humanity akan meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya arti warisan budaya tak benda, dan mempromosikan nilai-nilai kerjasama, disiplin dan saling menghormati.
Langkah-langkah pelestarian yang dilaksanakan Indonesia telah melibatkan kerja sama menyeluruh antara seniman, pemerintah dan masyarakat dengan tujuan mendorong tersebarnya pengetahuan angklung dalam konteks formal dan informal. Selain itu, diselenggarakannya lebih banyak pertunjukan kesenian angklung, berkembangnya kerajinan angklung, dan keberlanjutan tanaman bambu yang menjadi bahan baku angklung.
Pertimbangan lain, nominasi angklung mencerminkan luasnya partisipasi komunitas baik dalam usaha-usaha pelestarian dan dalam proses penyusunan nominasi angklung ke UNESCO, yang dilaksanakan melalui konsultasi formal.
Seluruh upaya pemerintah Indonesia tersebut merupakan perwujudan komitmen sebagai negara pihak Konvensi UNESCO tentang Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda yang berlaku sejak 2003. Konvensi ini telah diratifikasi 132 negara, termasuk Indonesia pada 2007.
Konvensi tersebut menekankan perlindungan warisan budaya tak benda, yaitu tradisi bertutur dan berekspresi, ritual dan festival, kerajinan tangan, musik, tarian, dan pergelaran seni tradisional.
Sidang UNESCO dibuka oleh Wakil Presiden Kenya Stephen Kalonzo Musyoka yang didampingi Direktur Jenderal UNESCO Irina Bokova dan Dr. Jacob Ole Miaron, Ph.D sebagai chairperson (presiden persidangan) dari Kenya. Sebanyak 460 peserta hadir sebagai utusan maupun perwakilan dari negara-negara bersangkutan, peninjau, perwakilan organisasi internasional, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan pakar budaya.

Tidak ada komentar: