Hepatitis kronis kadang tidak memunculkan gejala namun bisa berkembang menjadi kanker hati yang mematikan jika tak diobati. Sementara itu, harga obatnya masih sangat mahal sehingga diperkirakan 1,5 juta pengidapnya terancam kanker hati.
Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (PPML) Kementerian Kesehatan, Dr HM Subuh, MPMM memperkirakan jumlah penderita Hepatitis B dan C di Indonesia mencapai 20 juta. Kedua jenis hepatitis tersebut paling berisiko untuk berkembang menjadi kronis.
Sekitar 50 persen dari penderita hepatisis yang disebabkan oleh Hepatitis Virus tipe B (HBV) dan C (HCV) berpotensi menjadi chronic liver disease atau penyakit hati kronis. Jika tidak diobati dengan baik, 10 persen di antaranya akan menjadi kanker hati dalam 20-35 tahun.
"Artinya 1,5 juta orang Indonesia (yang menderita hepatitis kronis) berpotensi terkena kanker hati," ungkap Dr Subuh dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Kesehatan.
Meski sebenarnya butuh waktu lama untuk berkembang menjadi kanker, pengobatannya kadang sulit dilakukan mengingat gejalanya seringkali tidak tampak. Sementara itu, belum semua orang Indonesia menyadari pentingnya melakukan skrining hepatitis.
Namun untuk mewajibkan skrining, Dr Subuh mengatakan pemerintah butuh perencanaan yang benar-benar matang agar hasilnya efektif. Jika harga obatnya masih mahal, skrining tidak akan banyak berguna karena pasien yang terdiagnosis belum tentu bisa membeli obatnya.
"Sekali suntik interferon (obat hepatitis) paling tidak butuh Rp 2 juta, padahal paling tidak harus dilakukan rutin tiap minggu, selama 48 minggu. Banyak pasien harus jual mobil bagus hanya untuk berobat," ungkap ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Dr Unggul Budihusodo, SpPD-KGEH.
Dr Unggul memperkirakan dari seluruh pasien yang terdiagnosis hepatitis, hanya sekitar 20 persen yang mampu mengakses obat semahal itu. Selebihnya hanya bisa mengandalkan obat-obat herbal, sekedar untuk memperlama perkembangan penyakitnya sebelum tidak menjadi sirosis (mengkerut).
Salah satu langkah yang tengah dirancang pemerintah untuk mengatasi mahalnya harga obat hepatitis adalah dengan compulsary license atau pengambilalihan paten. Dengan membeli paten dari perusahaan farmasi, harga obat hepatisis diharapkan bisa ditekan semurah mungkin.
Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (PPML) Kementerian Kesehatan, Dr HM Subuh, MPMM memperkirakan jumlah penderita Hepatitis B dan C di Indonesia mencapai 20 juta. Kedua jenis hepatitis tersebut paling berisiko untuk berkembang menjadi kronis.
Sekitar 50 persen dari penderita hepatisis yang disebabkan oleh Hepatitis Virus tipe B (HBV) dan C (HCV) berpotensi menjadi chronic liver disease atau penyakit hati kronis. Jika tidak diobati dengan baik, 10 persen di antaranya akan menjadi kanker hati dalam 20-35 tahun.
"Artinya 1,5 juta orang Indonesia (yang menderita hepatitis kronis) berpotensi terkena kanker hati," ungkap Dr Subuh dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Kesehatan.
Meski sebenarnya butuh waktu lama untuk berkembang menjadi kanker, pengobatannya kadang sulit dilakukan mengingat gejalanya seringkali tidak tampak. Sementara itu, belum semua orang Indonesia menyadari pentingnya melakukan skrining hepatitis.
Namun untuk mewajibkan skrining, Dr Subuh mengatakan pemerintah butuh perencanaan yang benar-benar matang agar hasilnya efektif. Jika harga obatnya masih mahal, skrining tidak akan banyak berguna karena pasien yang terdiagnosis belum tentu bisa membeli obatnya.
"Sekali suntik interferon (obat hepatitis) paling tidak butuh Rp 2 juta, padahal paling tidak harus dilakukan rutin tiap minggu, selama 48 minggu. Banyak pasien harus jual mobil bagus hanya untuk berobat," ungkap ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Dr Unggul Budihusodo, SpPD-KGEH.
Dr Unggul memperkirakan dari seluruh pasien yang terdiagnosis hepatitis, hanya sekitar 20 persen yang mampu mengakses obat semahal itu. Selebihnya hanya bisa mengandalkan obat-obat herbal, sekedar untuk memperlama perkembangan penyakitnya sebelum tidak menjadi sirosis (mengkerut).
Salah satu langkah yang tengah dirancang pemerintah untuk mengatasi mahalnya harga obat hepatitis adalah dengan compulsary license atau pengambilalihan paten. Dengan membeli paten dari perusahaan farmasi, harga obat hepatisis diharapkan bisa ditekan semurah mungkin.
Source : AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Gamma Ray http://www.flucard.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar