Mereka memang berasal dari organisasi yang berbeda namun lebur dalam satu misi yang bernama kemanusiaan. Salah satunya adalah tim Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat. Bersama tim lainnya, pasukan elite ini kerap menantang maut di tengah ganasnya awan panas Merapi.
Di balik semuanya ada satu peran penting dalam pergerakan tim evakuasi ini yakni komando. Dan salah satu pemegang komando itu Letnan Kolonel Jimmy Ramos Manalu. Komandan Bataliyon 21 Kopassus ini menjadi bagian penting. Dia masuk tim gabungan sejak awal Merapi meletus.
Pria kelahiran 26 Oktober 1971 ini jadi penentu keputusan kapan tim bergerak atau mundur jika sewaktu-waktu kondisi Merapi tak bisa diajak kompromi. Bertugas dalam bencana, bagi suami Arlin Imelda ini bukanlah beban. Semua tugas menjadi ringan kala keluarga mendukung.
Oleh karenanya saat tugas usai, ia menyempatkan diri mengabarkan keadaanya kepada keluarga meski hanya lewat telepon. Ayah dua anak ini tidak saja harus menjaga keselamatan diri tapi juga prajurit dan seluruh anggota tim. Bukan tanggung jawab yang ringan tentu saja.
Akibat terus diterjang lahar dingin Gunung Merapi, Jembatan Srowol di Desa Progowati, Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, rusak. Pantauan SCTV, Kamis (11/11), kondisi jembatan retak dan pondasinya rusak. Akibatnya jembatan penghubung jalur alternatif Magelang ke Yogyakarta tersebut tidak dapat dilalui kendaraan roda dua maupun empat. Ratusan kendaraan yang sudah masuk ke jalur ini harus memutar dan melewati Kota Muntilan.
Menurut sejumlah, jembatan yang melintang di atas hulu Sungai Pabelan tersebut rusak pada Senin kemarin setelah diterjang banjir bandang. Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding yang meninjau jembatan mengatakan, pihaknya akanl segera berkoordinasi dengan pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan dinas terkait untuk segera meperbaik jembatan.
Gunung Merapi masih terus mengeluarkan material vulkanik hingga Kamis (11/11) malam. Seperti di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, misalnya. Hujan abu masih terus berjatuhan di desa yang hampir habis terbakar akibat dilintasi wedus gembel atau awan panas, pekan silam.
"Di sini masih hujan abu. Kalau kita keluar rumah atau pos, mata langsung pedas. Maka dari itu disarankan agar tetap siaga. Karena hujan abu masih deras. Tapi tak sederas tadi siang," ujar seorang pemantau yang terdengar di radio panggil melalui Jalur Informasi Lintas Merapi.
Pemantau lainnya yang berada di desa tersebut mengatakan bahwa morfologi puncak Merapi tak dapat dijangkau lantaran tertutup awan hitam yang bergerak dengan kecepatan lambat ke arah barat. Lebih jauh, fluktuasi Merapi dirasakan mulai meninggi.
Saat ini, sejumlah frekuensi yang sejatinya dapat menjangkau sejumlah posko pemantau di zona merah Merapi masih terganggu. Bunyi "kresek...kresek..." masih terus terdengar. Ini disebabkan ulah oknum yang mengganggu frekuensi radio panggil. Oknum tersebut sedang dilacak keberadaannya.
Jumini (70 tahun), salah seorang pengungsi korban letusan Gunung Merapi warga Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Magelangm, Jawa Tengah, Kamis (11/11) akhirnya tewas. Korban yang mengungsi di Posko Desa Deyangan, Kecamatan Mungkid, menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Umum Tidar Kota Magelang, akibat penyakit jantung dan sesak napas.
Daryono, anak korban mengatakan penyakit jantung yang diderita ibunya sejak beberapa tahun lalu itu sebenarnya telah sembuh. Entah kenapa tiba-tiba sakit jantung korban kambuh, bahkan disertai sesak napas.
Hingga kini, jenazah korban masih berada di kamar jenazah RSU Tidar. Rencananya, korban akan dimakamkan di pemakaman umum Desa Krinjing, esok pagi. Dengan meninggalnya Jumini, total keseluruhan korban meninggal akibat erupsi Merapi di Magelang menjadi 15 orang. Sementara korban yang masih dirawat sebanyak 74 orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar