Di ketinggian antara 700 kilometer sampai 1300 kilometer terdapat jutaan puing-puing.
Dalam sebuah konferensi, William Shelton, pimpinan US Air Force Space Command mengungkapkan kekhawatirannya seputar bertambahnya jumlah sampah luar angkasa buatan manusia.
“Angkanya terus meningkat. Sekarang ini sudah lebih dari 50 negara yang terlibat dalam eksplorasi ruang angkasa,” kata Shelton. “Saat ini, lebih dari 20 ribu benda tak terpakai berada di ruang angkasa,” ucapnya.
Saat ini, kata Shelton, pihaknya terus memantau secara rutin pertumbuhan sampah-sampah ruang angkasa. “Melihat tren pertumbuhannya, diperkirakan angka itu akan naik tiga kali lipat pada tahun 2030,” ucapnya. “Padahal, kemungkinan jumlah sampah itu 10 kali lebih banyak karena sensor yang kami punya saat ini tidak mampu melacak seluruh sampah yang ada,” ucap Shelton.
Yang mengerikan, sebut Shelton, benda-benda yang menjadi sampah tersebut sangat berbahaya. “Mereka bisa merusak sistem luar angkasa militer, sistem luar angkasa sipil, satelit komersial, dan lain-lain,” ucapnya. “Tak ada yang kebal dari ancaman yang ada di orbit saat ini,” kata Shelton.
Menurut Marshall Kaplan, pakar puing-puing ruang angkasa dari Space Department, Johns Hopkins University, sampah luar angkasa yang berada di orbit rendah bumi telah terakumulasi sejak 50 tahun belakangan. Penambahan terakhir adalah, sisa-sisa pengujian Anti-Satellite (ASAT) milik China pada tahun 2007.
“Satu uji coba ini telah meningkatkan jumlah objek puing-puing sekitar 35 persen,” kata Kaplan. “Parahnya, lokasinya berada di ketinggian 865 kilometer, kawasan terpadat di mana satelit umumnya mengorbit,” ucapnya.
Kasus lain, pada Februari 2009, satelit Iridium 33, satelit komunikasi milik AS bertabrakan dengan Cosmos, pesawat ruang angkasa Russia yang sudah tidak terpakai, di ketinggian yang serupa dengan uji coba ASAT milik China. Akibatnya, pecahan puing-puing makin berserakan.
“Hasil dari peluncuran satelit selama 50 tahun terakhir serta dua kejadian tersebut, kini kawasan di antara ketinggian 700 kilometer sampai 1300 kilometer terdapat jutaaan puing-puing berukuran mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa meter,” ucap Kaplan.
Sayangnya, kata Kaplan, pertumbuhan jumlah sampah ini tidak bisa dibalik. Upaya pembersihan ruang angkasa akan menjadi terlalu mahal. “Saat ini tidak ada yang bisa kita lakukan. Kita tidak punya dana yang cukup, teknologinya belum ada, dan belum ada kerjasama. Tidak ada yang ingin membiayai upaya itu,” ucap Kaplan.
Kaplan menambahkan, pembersihan luar angkasa merupakan ‘industri yang terus tumbuh’ namun tidak ada yang ingin mengerjakan. “Selain itu, secara politik, itu juga tidak menguntungkan,” ucapnya.
“Angkanya terus meningkat. Sekarang ini sudah lebih dari 50 negara yang terlibat dalam eksplorasi ruang angkasa,” kata Shelton. “Saat ini, lebih dari 20 ribu benda tak terpakai berada di ruang angkasa,” ucapnya.
Saat ini, kata Shelton, pihaknya terus memantau secara rutin pertumbuhan sampah-sampah ruang angkasa. “Melihat tren pertumbuhannya, diperkirakan angka itu akan naik tiga kali lipat pada tahun 2030,” ucapnya. “Padahal, kemungkinan jumlah sampah itu 10 kali lebih banyak karena sensor yang kami punya saat ini tidak mampu melacak seluruh sampah yang ada,” ucap Shelton.
Yang mengerikan, sebut Shelton, benda-benda yang menjadi sampah tersebut sangat berbahaya. “Mereka bisa merusak sistem luar angkasa militer, sistem luar angkasa sipil, satelit komersial, dan lain-lain,” ucapnya. “Tak ada yang kebal dari ancaman yang ada di orbit saat ini,” kata Shelton.
Menurut Marshall Kaplan, pakar puing-puing ruang angkasa dari Space Department, Johns Hopkins University, sampah luar angkasa yang berada di orbit rendah bumi telah terakumulasi sejak 50 tahun belakangan. Penambahan terakhir adalah, sisa-sisa pengujian Anti-Satellite (ASAT) milik China pada tahun 2007.
“Satu uji coba ini telah meningkatkan jumlah objek puing-puing sekitar 35 persen,” kata Kaplan. “Parahnya, lokasinya berada di ketinggian 865 kilometer, kawasan terpadat di mana satelit umumnya mengorbit,” ucapnya.
Kasus lain, pada Februari 2009, satelit Iridium 33, satelit komunikasi milik AS bertabrakan dengan Cosmos, pesawat ruang angkasa Russia yang sudah tidak terpakai, di ketinggian yang serupa dengan uji coba ASAT milik China. Akibatnya, pecahan puing-puing makin berserakan.
“Hasil dari peluncuran satelit selama 50 tahun terakhir serta dua kejadian tersebut, kini kawasan di antara ketinggian 700 kilometer sampai 1300 kilometer terdapat jutaaan puing-puing berukuran mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa meter,” ucap Kaplan.
Sayangnya, kata Kaplan, pertumbuhan jumlah sampah ini tidak bisa dibalik. Upaya pembersihan ruang angkasa akan menjadi terlalu mahal. “Saat ini tidak ada yang bisa kita lakukan. Kita tidak punya dana yang cukup, teknologinya belum ada, dan belum ada kerjasama. Tidak ada yang ingin membiayai upaya itu,” ucap Kaplan.
Kaplan menambahkan, pembersihan luar angkasa merupakan ‘industri yang terus tumbuh’ namun tidak ada yang ingin mengerjakan. “Selain itu, secara politik, itu juga tidak menguntungkan,” ucapnya.
Gamma-Ray ; http://flucard.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar