Minggu, 23 Januari 2011

Depresi Memperburuk Hasil Akhir Pasien Gagal Jantung

http://www.flucard.blogspot.com
Dari studi-studi tersebut salah satunya disimpulkan bahwa depresi merupakan salah satu faktor independen dari kejadian infark miokard dan mortalitas lainnya akibat gangguan kardiovaskuler dengan risiko relatif sekitar 1,5 sampai 2. Mirip dengan hal tersebut disebutkan bahwa pasien-pasien dengan penyakit jantung iskemik mempuyai risiko depresi 3–4 kali lebih tinggi. Begitu juga pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit dengan unstable angina dan infak miokard yang terkena depresi meningkat risiko kematian akibat gangguan jantung. Prevalensi depresi mayor diantara pasien dengan gangguan kardiovaskuler ini diperkirakan sebesar 15%-23%. 
Studi terbaru juga menunjukkan adanya korelasi antara depresi dengan gangguan kardiovaskular, salah satunya adalah studi yang dilakukan oleh Sherwood,A., dkk yang dipubliaksikan dalam Journal of Americans College of the Cardiology awal tahun 2011 ini. Studi yang dilakukan Sherwood tersebut mempunyai tujuan untuk menilai dampak perubahan derajat gejala depresi dengan perjalanan penyakit pada pasien gagal jantung setelah satu tahun.
Studi yang melibatkan sebanyak 147 subyek gagal jantung dengan injection fraction < 40% dinilai derajat gejala depresi dengan menggunakan the Beck Depression Inventory (BDI) pada awal penelitian dan selanjutnya pada 1 tahun kemudian. Analisis regresi Cox proportional hazards, mengendalikan faktor risiko yang sudah ada, yang digunakan untuk mengevaluasi bagaimana perubahan gejala depresi yang terkait dengan tujuan  utama penelitian yang meliptui kematian atau masuk rumah sakit akibat gangguan kardiovaskular selama masa tindak lanjut dengan median 5 tahun (dengan kisaran 4 sampai 7 tahun).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan perubahan gejala depresi setelah satu tahun menunjukkan adanya peningkatan skor BDI yaitu perubahan 1-poin BDI, meningkatkan risiko kematian ataupun perawatan rumah sakit akibat gangguan kardiovaskular sebesar 1,07. selain faktor risiko yang sudah ada termasuk penyebab gagal jantung, usia, fraksi ejeksi, kadar plasma N-terminal pro–B-type natriuretic peptide dan masuk rumah sakit masa sebelumnya.
Dari hasil studi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa perburukan gejala depresi akan menyebakan prognosis gagal jantung lebih buruk. Penilaian secara rutin gejala depresi pada pasien gagal jantung mungkin akan membantu sebagai panduan sesuai pengelolaan medis pasien yang berisiko tinggi terhadap dampak klinis yang merugikan.

http://www.flucard.blogspot.com

Tidak ada komentar: